Wajib baca!:
Suara gemuruh terdengar tanpa henti diluar desa,
para iblis Mara sedang menyerang dunia Agnimatra. Kejadian ini sudah
berlangsung tujuh hari dan seluruh penduduk desa Mandara mulai panik. Agnimatra
adalah dunia dimana manusia dan iblis terhubung langsung dan saling
memperebutkan tempat. Di Agnimatra setiap tempat terhubung dengan portal sihir
yang tidak semua orang bisa melewatinya. Desa Mandara adalah desa paling depan,
sehingga paling rawan terhadap serangan iblis Mara.
Pada catatan sejarah
desa Mandara tertulis mitos bahwa iblis mara bisa dikalahkan setelah lahirnya
lima ksatria sakti yang biasa disebut “ legenda lima ksatria”. Menurut
informasi dari para tetua Mandara lima ksatria tersebut terdiri dari ksatria
penghancur, ksatria penyihir, ksatria penyembuh, ksatria penyelinap, dan ksatria
penembak. Apvas adalah keturunan terakhir suku Naga yang merupakan ksatria
penghancur di dunia Agnimatra. Dia sekarang adalah ketua pertahanan di desa
Mandara.
Penduduk Mandara
percaya bahwa mereka sudah mempunyai tiga ksatria lain selain Apvas dalam
legenda tersebut. Meskipun akan sulit dibuktikan sebelum ksatria kelima lahir.
Vananta adalah penyihir manusia paling sakti yang pernah ada, dia dipercaya
keturunan suku Deva yang merupakan ksatria penyihir. Kemudian orang yang
dipercaya sebagai ksatria penyembuh adalah Karan. Dia bukan orang yang pandai
berperang, tapi dia adalah penjual obat dan sangat mahir dalam membuat ramuan.
Konon katanya leluhur Karan dari suku Yaksa mampu menghidupkan orang yang sudah
mati. Ksatria ke-empat yang disebut-sebut di Mandara sebagai ksatria penyelinap
adalah Buvan. Dia satu-satunya orang di dunia Agnimatra yang punya kemampuan
menghilang. Buvan adalah keturunan suku Ashura yang mempelajari kitab ilmu
menghilang warisan leluhurnya.
Menurut catatan,
ksatria kelima yaitu ksatria penembak adalah seorang ksatria yang sangat mahir
menggunakan panah. Dikisahkan ksatria pemanah ini mampu menembakkan panah api
dan bisa mendatangkan hujan panah dari langit. Di sejarah tidak diceritakan
secara jelas suku dari ksatria pemanah, ada yang mengatakan suku Elf. Sayangnya
suku Elf sudah lama punah di dunia Agnimatra. Tempat tinggal suku Elf berada di
hutan sebelah timur Mandara, yang konon sudah hancur ribuan tahun lalu karena
diserang iblis Mara. Seluruh anak-anak di Mandara sudah dilatih memanah sejak
kecil dengan harapan akan muncul ksatria kelima. Selama puluhan tahun tidak ada
satupun anak yang mempunyai keahlian spesial dalam memanah.
Sepuluh tahun
sebelumnya iblis Mara sudah pernah menyerang mandara, namun Apvas yang memimpin
para pemuda mampu menahan serangan tersebut. Banyak korban berjatuhan saat itu,
dan beruntung iblis Mara berhasil di usir. Iblis Mara tidak akan pernah bisa
mati sebelum rajanya dibunuh dan semakin hari mereka semakin kuat. Mereka hidup
dari kekuatan hitam rajanya. Salah satu raja iblis Mara bernama Serbinda. Empat
ksatria mandara Apvas, Vananta, Karan, dan Buvan tidak pernah bisa mendekati
Serbinda, ada kekuatan besar yang tidak bisa mereka lewati. Bahkan sihir
Vananta yang terkenal sangat kuat tidak mampu menembusnya.
Memasuki hari kedelapan
suara gemuruh terus terdengar, Apvas mulai sibuk menyiapkan pasukannya. Seluruh
warga Mandara dikerahkan untuk membangun pertahanan desa. Seluruh prajurit juga
sudah disiapkan untuk berjaga. Mereka membangun pertahanan paling kuat dari
segala kemungkinan yang mungkin terjadi.
“
Aku butuh empat sukarelawan untuk menemaniku melihat kondisi hutan disekeliling
Mandara “ : teriak Apvas dengan suara keras di depan kumpulan
warga.
“
Biarkan aku menemanimu Apvas, aku bisa berlari lebih cepat dari yang lain dan
bisa membantu memeriksa jalan yang akan kamu lalui ”
: sahut Buvan.
“
Baiklah, karena kamu yang ikut kita hanya perlu dua sukarelawan lagi. Kita
berangkat sore ini juga, siapkan bekal perjalanan kalian ”
: jawab Apvas tegas.
Mereka berempat berangkat
untuk memeriksa daerah sekeliling Mandara untuk memastikan seberapa dekat dan
besar pasukan iblis Mara. Mereka menyusuri dataran tinggi di sebelah timur laut
Mandara hingga hutan di sebelah timur. Di hutan inilah mereka bermalam, hutan
yang dulu katanya adalah tempat tinggal para Elf. Mereka memasang tenda di
bawah sebuah pohon yang cukup besar.
“Kalian
semua tidurlah dulu, aku akan berjaga” : kata Apvas.
Buvan dan dua pemuda lainnya
Man dan Kim mulai masuk ke tenda dan bersiap tidur. Mereka hanya menyisakan
satu obor kecil di luar untuk penerangan Apvas. Setelah beberapa kali memeriksa
sekeliling tenda Apvas meletakkan kapak besarnya dan sepertinya ingin duduk
bersandar di sebuah pohon disebelah tenda. Dia duduk sambil melamun, teringat
dengan tulisan-tulisan sejarah di desanya. Di kepalanya selalu berkecamuk
pertanyaan yang sama selama delapan hari terakhir ini.
“
Apakah benar legenda lima ksatria itu ada? Dimanakah engkau kawan, wahai sang
pemanah, bagaimana aku menemukanmu? “
Malam semakin larut,
mata Apvas mulai berat. Sesekali kepalanya terangguk karena kantuk. Seperti
bermimpi tetapi setengah sadar. Kemudian tiba-tiba Apvas seperti mendengar
suara. Sebuah suara gerakan, dia berusaha berdiri dan mengambil kapak besarnya.
Sambil melihat ke sekeliling dan tetap siaga, dia tidak berniat membangunkan
Buvan dan yang lain.
“roaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr.......”:
Tiba-tiba dari belakang ada makluk yang menyerang Apvas sambil mengeram.
“Awhhhh.....”
: Teriak Apvas sambil tersungkur ke depan.
Ternyata seekor
serigala besar bermata merah telah menyerangnya, dan sudah bersiap untuk
menerkam lagi. Apvas berdiri dan memasang posisi siap bertarung. Dia saling
tatap mata dengan serigala yang siap menerkamnya itu. Dengan langkah mantap
Apvas maju dan mengibaskan kapak besarnya.
“hiatttttttttttttttt.....”:
Teriak Apvas.
“wussssssssssshhhhh...”
: tebasannya kena angin, serigala tersebut sangat gesit.
Serigala dan Apvas
saling berpandangan sambil sama-sama berjalan memutar. Terlihat darah keluar
dari bahu Apvas, luka terkaman yang pertama tadi. Tiba-tiba ada bayangan dari arah belakang serigala melesat ke arah
serigala.
“
jleb...jleb...”: kemudian Serigala tersebut jatuh ke
tanah sambil mengeram.
“
roarrrrrrrrr,......” : suara kesakitan serigala yang
kemudian diam tak bergerak.
Dari bayangan yang tadi
dilihat Apvas perlahan terlihat ada dua buah pisau yang sudah menancap di
jantung dan leher serigala. Kemudian muncul wajah seseorang dengan pakaian yang
tidak asing bagi Apvas.
“
Buvan...?! “ : kata Apvas sedikit terkejut.
“
Ya Apvas, maaf aku sedikit terlambat bangun tidur “
: sahut Buvan sambil tersenyum.
“
Binatang itu adalah Vasabum. Serigala yang sudah dipengaruhi kekuatan iblis
Mara. Apakah kamu membawa ramuan yang diberikan Karan? Sepertinya bahumu
terluka“ : lanjut Buvan.
“Ya
aku membawanya. Terimakasih, serigala itu terlalu gesit untukku “:
jawab Apvas.
“
Bangunkan teman-teman kita, sepertinya matahari mulai terbit “:
tambah Apvas sambil mengoleskan obat ramuan pemberian Karan ke lukanya.
Mereka berempat
kemudian melanjutkan perjalanan ke selatan. Mereka lebih hati-hati kali ini, serangan
Vasabum semalam menandakan bahwa iblis mara sudah mulai mempengaruhi binatang.
Jika semua binatang bisa dipengaruhi iblis mara maka artinya adalah peperangan
yang buruk untuk Mandara dan dunia Agnimatra. Seharian menyusuri daerah selatan
mereka akhirnya sampai di bagian barat daya Mandara. Mereka berniat untuk
mencari tempat yang aman untuk bermalam, tetapi tiba-tiba langkah mereka
terhenti. Didepan mereka ada puluhan kera putih dengan mata yang sudah memerah.
Kelompok Varaha, kera putih bermata merah dan bertaring panjang yang berada
dibawah kendali kekuatan iblis Mara.
“
Apvas, ada banyak Varaha disini “ : bisik Buvan pelan.
“
Kita tidak akan bisa menghindar dari mereka, satu-satunya pilihan adalah
melawan jika mereka menyerang kita “ : sahut Man dan Kim,
kedua pemuda teman Buvan dan Apvas.
“
Jumlah mereka puluhan, aku melihat ada sungai di seberang sana. Bagaimana jika
kita coba lari mencapai sungai dan melompat? “
: usul Apvas.
“
Baiklah biarkan Man dan Kim duluan” : jawab Buvan.
“
Kamu duluan Buvan, disusul Man dan Kim. Aku akan melindungi kalian dari
belakang” : sahut Apvas.
Dengan gesit Buvan
mulai berlari kearah Varaha, jika mereka bisa melewati Varaha dan melompat ke
sungai mereka akan selamat. Dengan pisau di kedua tangannya Buvan membabat
Varaha didekatnya sambil berlari layaknya seorang assasin. Di belakangnya
diikuti Man dan Kim. Apvas ada di barisan paling belakang sambil mengibaskan
kapaknya pada Varaha yang mengeroyoknya. Diluar dugaan banyak Varaha lain yang
berdatangan sehingga memaksa mereka untuk berhenti dan bertarung dengan para
varaha tersebut.
“
jleb,....crottt....crashhhh....bughh....” : terdengar
suara hujaman senjata Apvas, Buvan, Man, dan Kim mengenai para Varaha.
Banyak Varaha
berjatuhan tapi mereka masih terlihat sibuk bertarung. Makin lama makin banyak
Varaha yang mati, sampai kemudian beberapa Varaha yang tersisa kabur. Apvas dan
Buvan terlihat berlumuran darah Varaha di tangannya. Tiba-tiba terdengar suara,
seperti ada seseorang sedang berusaha membangunkan orang lain.
“
Man ...!!!! bangun Man!! Bertahanlah...” : Terdengar suara Kim
sambil menangisi saudara kembarnya.
Man terkena cakaran
beberapa Varaha di lehernya, dia mengalami pendarahan hebat. Obat yang
dibawakan Karan tidak mampu lagi menolongnya, lukanya terlalu berat. Mereka
bertiga terlihat sangat sedih.
“
Sudahlah Kim, ini sudah kehendak dewa. Kita harus segera menguburkannya,
relakan saudaramu pergi “ : Apvas berusaha menabahkan.
“
Dia berkorban untuk sesuatu yang lebih besar Kim, ingat Mandara sedang
membutuhkan kita, Agnimatra membutuhkan kita” : Buvan
menambahi.
Kemudian mereka
menggali tanah didekat aliran sungai di barat Mandara itu. Selesai menguburkan
Man dan berdoa mereka berniat mendirikan tenda di dekat sungai itu juga. Apvas
sibuk memasang tenda dengan Kim.
“
Aku akan mengisi bekal air kita ke sungai “ : Buvan berkata
seraya berjalan menuju sungai.
Belum selesai Apvas dan
Kim memasang tenda, tiba-tiba terdengar suara teriakan Buvan dari arah sungai.
“
Apvas...!!!!!!! Kim....!!!!!! kemarilah, ada sesuatu di sungai “
: teriak Buvan dari sungai yang terdengar menggema di malam hari itu.
Apvas dan Kim berlari
ke sungai menhampiri Buvan. Ada sebuah kotak mengapung disungai itu. Kim
mencoba berenang ketengah untuk menariknya. Terlihat samar di dalam kotak yang
ditarik Kim seperti ada seorang anak yang terbungkus selembar kain. Iya benar,
itu seorang anak laki-laki yang sangat cerah kulitnya. Mereka kemudian
mengangkatnya dan membawanya ke tenda. Mereka menginap di tenda malam itu,
kemudian melanjutkan perjalanan pulang ke Mandara pagi harinya dengan membawa
seorang bayi laki-laki. Selama di perjalanan pulang Apvas yang menggendong bayi
yang mereka temukan. Dia memandangi bayi tersebut disepanjang perjalanan.
“ Setelah kepergian kalian, desa diserang banyak
kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan
mempertahankan desa “ : jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga.
Di depan mereka
samar-samar sudah terlihat gerbang barat desa Mandara, artinya mereka sudah
sampai dirumah. Sesampainya digerbang mereka sangat terkejut, beberapa bagian
benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang
berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau Apvas
sudah kembali. Apvas segera berjalan menuju ke tengah desa. Dia menuju ke papan
pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Mereka bertiga
berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi.
“
Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa? “
: tanya Apvas keras kepada para warga yang menyambut kedatangan mereka sambil
menggendong bayi.
“
Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan”
: tambah warga lainnya.
“
ya, hewan-hewan itu telah dipengaruhi oleh kekuatan iblis Mara. Kita juga
mendapat serangan di perjalanan” : jawab Apvas sambil
menunjukkan luka di bahunya.
“
Aku juga ingin menyampaikan kabar duka, bahwa Man telah meninggal saat kami di
serang di hutan barat Mandara. Di sungai di dekat makam Man, kami menemukan
seorang bayi laki-laki yang aku tidak tahu darimana asalnya”
: lanjut Apvas sambil memperlihatkan senyuman bayi pada warga.
Kemudian ada orang yang
datang dari belakang membelah keramaian. Dia menghampiri Apvas dan bayi itu. Ya
tidak asing lagi, dari gaya berjalannya yang anggun dan pelan, dia adalah
Vananta.
“
Bayi yang sangat tampan, dibungkus dengan selembar kain sutra. Bagaimana jika bayi
ini kuberi nama Sutra “ : Kata Vananta kepada semua orang
yang ada disana.
“
Kamu adalah pemimpin segala macam upacara di desa ini Vananta, kita semua pasti
setuju denganmu. Bukankah begitu saudara-saudaraku??!!!”
: jawab Buvan
“setujuuuuuuuuuuu...Sutra!!!!!”
: jawab warga serentak.
“
Baiklah biarlah Sutra di rawat oleh Kirika, dia sangat menyukai anak kecil dan
dia tidak punya anak. Kita akan memperbaiki beberapa benteng yang rusak, untuk
berjaga-jaga kemungkinan serangan susulan” : Apvas
menjawab seraya memberi perintah.
Hari itu warga Mandara
beramai-ramai menyiapkan kembali pertahanan mereka. Karan terlihat sibuk
membuat banyak sekali obat-obatan untuk mengobati prajurit yang terluka karena
serangan kemarin. Suara gemuruh terdengar makin hari makin keras, pertanda
pasukan iblis Mara semakin mendekat. Seluruh warga panik, mereka menyiapkan
semua perlengkapan perang.
Tidak disadari tujuh
hari sudah Sutra tinggal bersama Kirika. Selama itu juga sering terjadi
serangan-serangan binatang buas yang semakin hari semakin ganas. Dan ternyata
terjadi keanehan dengan pertumbuhan Sutra. Dia tumbuh sangat cepat tidak
seperti bayi pada umumnya. Selama tujuh hari dia tinggal bersama kirika Sutra
sudah bisa berlari dan berbicara layaknya anak umur lima tahun. Kejadian itu
membuat Vananta bingung, karena memang belum pernah ada kejadian demikian
sebelumnya. Vananta dengan kekuatan sihirnya berusaha mencari tahu apa yang
terjadi dengan Sutra. Bahkan Karan yang biasanya sibuk membuat ramuan ikut membongkar
seluruh isi perpustakaan desa. Dia berharap ada legenda yang ditemukan di salah
satu kitab di perpustakaan. Hingga akhirnya Karan menemukan sebuah kitab yang
menceritakan kaum Elf. Di kitab itu diceritakan bahwa kaum Elf adalah keturunan
campuran antara manusia yang menjalin hubungan dengan dewi Vishnu. Mereka
memiliki telinga memanjang dan sedikit runcing, berparas elok, dan berbadan
ramping. Dan ciri-ciri yang disebutkan itu sangat mirip dengan yang di miliki
Sutra, si anak ajaib yang yang tumbuh sangat cepat.
Di dunia Agnimatra,
seorang prajurit atau ksatria muda yang mengasah ilmu beladirinya akan
mendapatkan chakra. Chakra akan semakin meningkat seiring dengan kekuatan
beladiri seseorang. Selain meningkatkan kekuatan, chakra juga berguna sebagai
kekuatan untuk menembus portal sihir yang menghubungkan antar desa. Apvas
pernah mengatakan, jika kondisi Mandara sangat buruk maka warga bisa melarikan
diri ke desa Sambala. Desa yang berada di lapisan kedua setelah Mandara. Untuk
menembus portal sihir menuju Sambala membutuh kekuatan chakra tingkat 20.
Anak-anak rata-rata hanya mampu meningkatkan chakranya dua chakra setiap tahun,
maksimal tiga chakra untuk mereka yang sangat berbakat. Jadi jika kondisi
sangat buruk, maka kemungkinan anak-anak dibawah sepuluh tahun tidak akan bisa
menembus portal sihir, yang artinya tidak akan bisa pindah ke desa Sambala.
Sebulan sudah perang
terus berlangsung, pasukan binatang buas tidak henti-hentinya menyerang
Mandara. Bahkan sesekali ada pasukan iblis yang ikut menyerang. Seiring dengan
semakin rusaknya desa Mandara, Sutra tumbuh semakin cepat. Di usianya yang
belum ada dua bulan dia sudah tumbuh menjadi seperti anak laki-laki berumur 15
tahun. Yang mengejutkan sekaligus membuat warga Mandara senang adalah
meningkatnya chakra Sutra yang juga sangat cepat. Warga sangat percaya bahwa
bayi yang ditemukan Buvan di sungai itu adalah ksatria pemanah yang selama ini
menjadi legenda lima ksatria.
Sutra sering belajar
beladiri di rumah Vartan selama dia tinggal di Mandara. Vartan adalah
satu-satunya pandai besi di Mandara. Dari sejak dia bisa berjalan beberapa
minggu lalu, Apvas sudah menganjurkan Sutra untuk belajar memanah saja. Sutra
sangat menyukai panah, dan belajar dengan sangat cepat. Menurut keterangan yang
diberikan Vartan, Sutra sudah mampu mengangkat busur panah tingkat 50.
Senjata-senjata buatan Vartan biasanya hanya bisa digunakan bagi mereka dengan
chakra yang cukup. Senjata tingkat 50 seharusnya hanya orang dengan chakra
minimal tingkat 50 juga untuk bisa menggunakannya. Artinya Sutra sudah memiliki
chakra diatas tingkat 50, dan itu sangat menakjubkan melihat umurnya yang belum
ada dua bulan.
Kondisi Mandara semakin
memburuk, sudah dua hari ini mandara di serang Mlechas. Mereka menyerang dengan
melamparkan batu-batu dari depan gerbang, ini sangat merepotkan. Mlechas adalah
sejenis monyet yang membawa karung berisi batu di punggungnya. Menurut prediksi
Vananta, jika para Mlechas sudah menyerang maka tidak lama lagi akan ada
penyerangan besar-besaran. Hal ini sangat mengkhawatirkan, harapan satu-satunya
adalah legenda lima ksatria. Seluruh warga Mandara sangat mengharap dan
menunggu Sutra hingga siap menjadi ksatria kelima. Para legenda ksatria konon
ceritanya adalah ksatria yang mempunyai chakra sangat tinggi sehingga bisa
menggunakan senjata kristal. Senjata yang terbuat dari kristal yang didapat
dari membunuh Raphu, seekor raja monster disebuah kerajaan dilangit. Seluruh
warga Mandara tidak ada yang pernah melihat Raphu. Tetapi di Mandara sudah ada
empat senjata kristal warisan leluhur, dan satu kristal wariskan yang di
persiapkan untuk membuat busur kristal. Busur kristal tersebut sudah berhasil
dibuat Vartan. Senjata-senjata kristal ini adalah senjata tingkat 70, senjata
yang sangat tinggi tingkatannya. Hanya orang yang sangat berbakat dengan chakra
minimal tingkat 70 yang mampu menggunakannya.
Sutra semakin hari
semakin kuat, tetapi dia tetap belum bisa mengangkat busur kristal. Sedangkan
Mandara sudah terancam jebol, benteng timur dan selatan sudah hancur. Seluruh warga
dan prajurit yang tersisa berkumpul di benteng barat, di dekat rumah Vartan.
Sedangkan Sutra masih berjuang keras untuk mengangkat busur kristal.
Hari ini mungkin adalah
hari terakhir bagi warga Mandara. Sebagian besar desa sudah hancur, pasukan
iblis mara sudah datang menyerbu bersama Mlechas, Varaha, dan Vasabum.
Terdengar samar-samar suara Serbinda, salah satu raja iblis Mara. Suara itulah
yang menggetarkan jantung setiap warga yang tersisa. Suara yang menyiutkan
nyali, menghilangkan harapan hidup, dan menimbulkan rasa putus asa.
Apvas berdiri tegak
dengan membawa kapak kristal yang dipegang dengan kedua tangannya. Vananta
membawa tongkat kristal yang selalu membaca mantra sihirnya untuk memperkuat
benteng. Buvan mengeluarkan semua ilmu ninjanya, tubuhnya terlihat seperti
bayangan berdiri disebelah Apvas dengan dua bilah keris kristal. Karan tidak
ketinggalan, dengan banyak botol kecil di sekujur pakaiannya dia membawa banyak
ramuan ajaib. Sedangkan Sutra yang dari fisik terlihat seperti anak remaja 20
tahunan, terlihat paling muda dan tidak banyak bicara. Dia tidak membawa
senjata, hanya banyak anak panah di bawa dipunggungnya. Sebentar, ternyata di
depan Sutra ada sebuah busur kristal yang masih berusaha dia angkat.
Busur kristal ada di
sebuah gerobak kecil, sepertinya Sutra sudah bisa mengangkatnya beberapa meter.
Tapi dia belum bisa menggunakannya, terlihat masih terlalu berat. Dia
meletakannya kembali kemudian dia mengambil busur tingkat 50 dan berdiri
disebelah Buvan.
“
kita akan pertahankan desa kita sampai darah terakhir”
: kata-kata penyemangat terdengan dari mulut Apvas.
“
Ayo kita maju, hajar mereka..!!!! ”: tambah Buvan sambil
melesat kedepan dengan garang.
Akhirnya perang pun tak
terhindar dari kedua pihak. Terlihat Apvas menebaskan kapak kristalnya membabi
buta. Vananta dan Sutra tetap dibelakang menyerang dari jarak jauh. Terlihat
Vananta mengeluarkan sihir apinya membakar para Mlechas. Mereka semua berperang
dengan sangat berani.
“
Ciup.....jleb....ciuppp...jleb....ciuppp...jleb... “
: suara anak panah Sutra yang terus menghujam Varaha dari belakang.
“
Ngleeegerrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr.......” : Vananta mengeluarkan
hujan petir ke area perang.
Peperangan berlangsung
sengit hingga berjam-jam. Terlihat pasukan mara mulai terpukul mundur. Apvas dan
Buvan terlihat menusuk kedepan mendekati Serbinda. Mereka berdua sepertinya
berusaha menyerang Serbinda. Serbinda berbentuk manusia dengan dua tanduk di
kepalanya. Ukurannya tubuhnya besar dengan tinggi lebih dari tiga meter.
Kulitnya berwarna hijau dan bertubuh kekar dengan senjata sebuah gada (sebuah
pentungan).
“
Hei Apvas....!!! menyerahlah...percuma kalian melawan, kekuatanku sekarang
sudah hampir sempurna “ : terdengar suara Serbinda
menggelegar.
“
pasukanmu sudah hampir habis, tidak alasan bagi kami untuk menyerah” :
jawab Apvas lantang setengah menantang.
Dari belakang, Vananta
terlihat berbincang dengan Sutra.
“
Sutra, coba angkat lagi busur kristalmu kami membutuhkanmu sekarang “
: bisik Vananta pada Sutra.
Sutra terlihat berusaha
keras mengangkat busur kristalnya. Busur itu sekarang terangkat sedikit lebih tinggi.
Dia berusaha menggunakannya namun sepertinya masih terlalu berat. Vananta
kemudian maju ikut berkumpul dengan Apvas dan Buvan. Mereka bertiga sepertinya
akan menyerang Serbinda. Ya benar, mereka menyerang serentak.
“
wushhhhhhhh.....brughh..3x “ : mereka bertiga
terpental terkena tebasan gada Serbinda.
“
Hahahaha...hanya segitu kemampuan kalian?! “ : tanya
Serbinda mengejek.
“
lihat lingkaran yang mengitari tubuh Serbinda, itu adalah protek ilmu hitam
yang tidak bisa kita tembus” : bisik Buvan pada
Apvas dan Vananta.
“
hei, kalian minumlah ini. Ini adalah ramuan untuk memulihkan tenaga”
: Karan datang bergabung dan memberikan ramuan pada yang lain.
Apvas, Buvan, Vananta,
dan Karan mereka berempat berdiri bersama untuk melawan Serbinda. Mereka
menatap Serbinda dengan tajam. Tiba dari belakang terdengar suara lesatan
sebuah benda.
“
siuzzzzzzzpppttttttttttt.........................plak ”
: ada anak panah dari belakang melesat ke arah Serbinda.
Anak panah itu memang
tidak dapat menembus ke tubuh Serbinda tetapi, tenaga yang dihasilnya membuat
Serbinda terdorong kebelakang satu langkah. Tampak terlihat ekspresi wajah
Serbinda terkejut dengan kekuatan anak panah barusan. Dia melihat jauh di
depannya dan terlihat Sutra sudah siap melepaskan anak panah berikutnya dengan
busur kristalnya.
“
wushhhhhhhhh..............praakkkkk....” : kali ini anak panah
melesat dengan kobaran api di ujungnya menuju Serbinda.
Lingkaran protek ilmu
hitam Serbinda mulai pudar terkena panahan kedua Sutra. Apvas dan Buvan pun
siap menyerang kedepan. Vananta terlihat sangat berkonsentrasi, sepertinya dia
akan mengeluarkan sihir yang menakutkan.
“
wushhhhhhhhhhh jlebbbb.......”
: anak panah susulan dari Sutra berwarna hijau menembus lingkaran protek
Serbinda sedikit berbelok dan mengenai tangan Serbinda.
“Argghhhhhh....”
: Teriak serbinda kesakitan, karena panah yang barusan mengandung racun yang
sangat kuat.
“
Siapa anak itu? Nampak seperti seorang Elf, bukankah kerajaan Elf sudah hancur
ribuan tahun lalu” : gumam Serbinda seraya menatap jauh ke
arah Sutra dengan pandangan bingung.
Tepat saat lingkaran
ilmu hitam Serbinda hancur Apvas dan Buvan datang menyerang dengan membabi
buta.
“
cringg.....crashhhhh....wuzzttt...bughhh..”: suara-suara
serangan Apvas dan Buvan.
Serbinda terlihat
kewalahan menahan serangan Apvas dan Buvan, dia terlihat terhuyung. Vananta
yang dari tadi berkonsentrasi ternyata tiba-tiba dari tangannya keluar api. Dia
menggerakkan tangannya memutar kemudian seketika itu dari langit turun hujan
meteor kearah Serbinda. Apvas dan Buvan coba bergerak agak mundur untuk
menhindari api.
“
tidakkkkk......” : terdengar Serbinda berteriak
kesakitan sambil terhuyung bingung.
Kemudian jauh dari
belakang Apvas melesat banyak sekali anak panah.
“
sreeettttttttttt......sreetttttttt.......sretttttttttttt...sretttttttttttttttt...sretttttttttttt.....
jleb 5x” : lima anak panah beruntun menghujam di tubuh
Serbinda.
“
brugh....” : Serbinda jatuh berlutut.
Terlihat Sutra sudah mengarahkan
panahnya lagi ke arah Serbinda sambil setengah duduk dengan konsentrasi
tingggi. Anak panahnya menyala terang siap ditarik sekuat-kuatnya oleh Sutra.
Dan sesaat kemudian.
“
wuzzzzzzzzzzzzzzzzztt nginggggggggggggggg...........jlebbbbbb!!! “
: anak panah menyala berkilau melesat sangat cepat tepat mengenai jantung
Serbinda.
“
Brughh....bruzzzzzzzzhhttt “ : Serbinda terjatuh
tersungkur kedepan, mukanya menumbuk tanah dan tidak bergerak lagi.
Apvas, Buvan, Vananta,
dan Karan mengacungkan jempol ke arah Sutra. Sambil setengah berbisik mereka
mengatakan: “ Good job “
Kemudian mereka
bersama-sama menghampiri Sutra dan berpelukan. Warga yang selamat
terhuyung-huyung menghampiri mereka dengan wajah gembira.
Sesudah kejadian itu
mereka seluruh warga yang tersisa bekerja bersama-sama. Mereka membersihkan
desa dan bertahap membangun kembali desa mereka. Mereka sekarang merasa lebih
aman karena lima ksatria legenda hidup
ditengah-tengah mereka.
SELESAI
SELESAI
Comments
Post a Comment